Monday, July 22, 2019

Review: Ritual Penentu Kalender Suku Tengger

    Summary: This episode doesnt have a summary yet. Add one here.. Ritual Penentu Kalender Suku Tengger

    Inilah Ritual Penentu Kalender Suku Tengger Suku Tengger tak habis-habisnya menyajikan keunikan-keunikan yang dimiliki. Selain makna pemakaian sarung yang telah dibahas sebelumnya, suku yang terletak di kawasan Gunung Bromo ini juga memiliki sistem penanggalan yang berbeda dengan penanggalan negara Indonesia. Sistem penanggalan Suku Tengger dilakukan dengan mengadakan tradisi yang bernama unan-unan. Tradisi ini diadakan setiap lima tahun sekali. Warga Suku Tengger beranggapan bahwa tradisi ini berasal dari bahasa Tengger Kuno yang berarti “Ngunan Wulan Ngelungguhne Taun” atau dalam Bahasa Indonesia memiliki arti menetapkan bulan dan tahun untuk lima tahun ke depan. Sistem penanggalan Suku Tengger sendiri memiliki kesamaan dengan penanggalan pada umumnya, yakni memiliki jumlah bulan sebanyak 12, namun yang berbeda yaitu penamaan bulan-bulan tersebut. Suku Tengger menamakan bulan-bulan pada sistem penanggalan mereka dengan nama Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, Kasangka, Kasadasa, Dhesta, dan Kasadha. Sama-sama memiliki jumlah hari yang sama yaitu 30 hari dan ada juga yang hanya 29 hari perbulannya. Tradisi ini diawali dengan penyembelihan kerbau oleh tokoh adat yang dilakukan sehari sebelum pelaksaan tradisi unan-unan dimulai. Penyembelihan kerbau dilakukan untuk sesaji. Bagian daging diolah menjadi sate, kemudian bagian kulit, kepala, dan kaki untuk diarak. Tradisi ini diikuti oleh seluruh warga Suku Tengger baik anak-anak maupun dewasa dan sesepuh. Pada hari tepat ketika diselenggarakan tradisi unan-unan, masyarakat Suku Tengger mengenakan pakaian adat serba hitam dan mengenakan ikat kepala (udeng). Tak hanya itu, masyarakat juga menyiapkan 100 buah sate kerbau yang telah dipersiapkan sehari sebelumnya, 100 jajanan yang dikemas dengan daun klotok, dan 100 tumpeng. Semua sesaji yang telah disiapkan diletakkan di atas ancak atau keranda bambu dan tidak lupa dihias. Kemudian, sesaji tersebut diarak oleh warga Suku Tengger menuju ke Pura Wira Tunggal Jati. Arak-arakan tersebut dipimpin oleh beberapa petinggi desa antara lain kepala desa, dukun, tokoh agama, dan tokoh adat Suku Tengger. Sesampainya di sanggar tersebut, seorang dukun Suku Tengger mengucapkan mantra ritual unan-unan. Ritual tersebut mengandung doa-doa yang diharapkan oleh warga Suku Tengger demi kesejahteraan suku itu sendiri. Dalam tradisi unan-unan dilakukan, masyarakat Suku Tengger biasa melakukan penentuan jadwal bercocok tanam, melaksanakan tanggal dan hari bagus untuk melakukan hajatan pernikahan, penentuan hari raya Suku Tengger yang dilakukan oleh dukun, dan kegiatan selametan lainnya.

    No comments:

    Post a Comment